BACKPACKER adalah istilah untuk menyebut traveler
dengan budget minim demi misi menjelajahi tempat-tempat menarik di
dunia. Tas punggung atau backpack menjadi ciri khas yang menemani
mereka. Walau kini backpacker tidak melulu mengunakan tas ransel di
punggung.
Apa asyiknya menjadi backpacker? Padahal, jika
menggunakan jasa biro wisata, mungkin akan lebih praktis, sebab tahu
beres soal akomodasi dan transportasi. Menurut Sonson N.S., selain
menghemat budget, menjadi backpacker bisa jadi akan memetik pengalaman
yang lebih kaya dan lebih intim sifatnya daripada memakai jasa biro
wisata. Bagi penulis buku “Merencanakan Sendiri Jalan-jalan Keliling
Dunia” ini, ada kepuasaan tersendiri saat merencanakan jalur, menentukan
waktu, mengalkulasi biaya, hingga pandai-pandai mengantisipasi segala
kemungkinan yang bisa terjadi selama di perjalanan.
Para backpacker biasanya tidak peduli jika harus
menaiki kendaraan umum yang penuk sesak dan tidak nyaman. Bukan masalah
pula jika harus tidur di sembarang tempat, mulai dari pos gardu,
bandara, stasiun, hingga emperan. “Selain cari hotel yang murah, saya
juga suka tidur di dormitory yang sekamar berisi 6-8 orang. Saya juga
sudah sering tidur di bandara,” ungkap Sonson, staf pengajar STISI yang
sudah melakukan traveling ke beberapa negara di Asia dan hampir seluruh
provinsi di Indonesia.
Agar bisa travelling dan bertahan hidup dengan biaya
murah, memang butuh siasat tersendiri. Menurut novelis Adithya Mulya,
salah satu pos dana terbesar adalah transportasi dan penginapan. Adithya
yang sudah mencicipi travelling keliling Maroko dan beberapa negara di
Eropa, serta berdinas kerja di Pantai Gading dan Denmark ini, pun
memberikan salah satu tips berhemat. “Kalau pergi, cobalah waktu malam
hari. Jadi kita bisa tidur di kendaraan, hemat biaya penginapan,” kata
Adithya, yang juga turut menulis dalam buku “Traveler’s Tale”.
Semakin hari, banyak orang dari berbagai kalangan
menyukai gaya berwisata ala backpacker. Salah besar jika kawan-kawan
Kampus masih mengidentikkan para backpacker sebagai turis kere. Kini,
tak sedikit backpacker dari kalangan berduit yang merindukan kebebasan.
Perlahan tapi pasti backpacking menjadi semacam gaya hidup. Di
Indonesia, peminat backpacker semakin bermunculan. Itu bisa dilihat dari
bertebarannya sejumlah buku, dan mailing list di internet bertemakan
traveler atau backpacker, yang berisi member ribuan orang.
Namun demikian, ada perbedaan antara backpacker
Indonesia dan luar negeri. Di mata Trinity, seorang backpacker asal
Jakarta yang juga penulis buku laris “The Naked Traveler”, backpacker
luar negeri biasanya lebih muda dari segi usia, dan lebih mandiri dalam
hal keuangan alias tanpa bantuan dana dari orangtua. “Mereka lulus SMA,
banyak yang keliling dunia. Meski kerja part-timer jadi waiter saja,
gajinya bisa ditabung untuk travelling. Kalau anak muda di sini,
kayaknya masih sibuk sendiri, jarang yang kepikiran begitu,” kata
Trinity, yang juga ngeblog di
http://www.naked traveler.blogspot.com.
Trinity pertama kali melakukan backpacking ke Eropa
ketika masih kuliah, didanai uangnya sendiri hasil bekerja part-timer di
restoran siap saji, hotel, menjaga pameran, hingga mengajar bahasa
Indonesia untuk ekspatriat. Pokoknya, jika punya uang, alih-alih
memenuhi hasrat membeli ini dan itu, Trinity lebih memilih jalan-jalan.
“Buktinya sampai sekarang saya masih tinggal nebeng di rumah ortu, nggak
punya mobil, handphone pun dikasih jatah dari kantor. Yah, orang kan
hobinya beda-beda, ada yang doyan shopping, nah kalau saya doyannya
jalan-jalan,” ungkap Trinity.
Kalau mendengar cerita para backpacker yang melakukan
segala upaya untuk menunjang hobinya berjalan-jalan, apa sebetulnya
keuntungan yang diperoleh dari ber-backpacking ria? Jawabannya tak lain,
seseorang bisa menikmati sensasi liburan yang berbeda dari gaya
berlibur pada umumnya. Bukan sekadar menjadi turis manis yang narsis
foto, backpacker biasanya lebih dekat dengan kebebasan menyenangkan diri
sendiri. Backpacker mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah
dijangkau sebelumnya, bergaul, dan mencoba memahami budaya setempat.
“Kita bisa menjadi lebih open-minded dan sabar,” kata
Trinity. Sementara bagi Marina, jiwa pun akan bertambah kaya, karena
luasnya wawasan akibat bertemu berbagai orang dan peristiwa menarik
sepanjang perjalanan. Marina semakin belajar melihat perbedaan, dari
mulai budaya hingga agama, dan melihatnya sebagai keberagaman yang
indah. “Bahkan, hasil travelling itu tidak akan berakhir. Kalau cocok,
bisa berlanjut jejaringnya, mau sekolah bareng, bisnis bareng, pokoknya
investasi luar biasa deh,” kata Marina.
Banyak orang berpikir bahwa jalan-jalan harus ke luar
negeri. Akan tetapi, bagi Trinity yang sudah pernah menjelajahi 37
negara, negara kita sendiri sangat luas dan juga menarik untuk lebih
dikenali. Sebagai ilustrasi, salah satu cerita lucu pernah dialaminya
ketika tahun 2001 ikut tur ke Puerto Rico. Ternyata, salah satu obyek
wisata di sana adalah melihat pohon pisang, di mana Indonesia yang
alamnya kaya raya tentu saja tak akan kalah. “Pemerintah harusnya lebih
memerhatikan pariwisata Indonesia, dengan membuat sistem yang
terintegrasi dengan obyek wisata dan pemerintah daerah,” kata Trinity.
Jangan buru-buru menuduh traveler yang suka
jalan-jalan ke luar negeri, sebagai orang tidak nasionalis. Bagi
Adithya, justru selagi usia masih muda dan punya uang, ia memilih
jalan-jalan ke luar negeri dulu. “Karena backpacking itu butuh ketahanan
fisik yang tinggi, sama saja kayak orang naik haji. Kalau sakit, atau
terjadi apa-apa di luar negeri, itu ribet sekali. Kalau jalan-jalan di
negeri sendiri, biarpun sudah kakek-kakek, kan tetap bisa didampingi
cucu dengan tenang,” kata Adithya, sambil terkekeh. “Backpacker bisa
menjembatani berbagai perbedaan. Itu lebih bermanfaat untuk keseluruhan
universal planet bumi,” kata Marina.
Jadi, nampaknya sekarang kawan-kawan Kampus tak perlu
ragu lagi untuk menabung, benahi tas, dan tentukan tujuan arah
petualangan. Jalan-jalan pada akhirnya tidak identik hanya dimiliki kaum
mapan dan sekadar hura-hura, karena kita bisa juga belajar banyak hal
yang bermakna dari sana. Yuk…berangkat!