Saturday 31 August 2013

Sedikit pengetahuan tentang Backpacker

BACKPACKER adalah istilah untuk menyebut traveler dengan budget minim demi misi menjelajahi tempat-tempat menarik di dunia. Tas punggung atau backpack menjadi ciri khas yang menemani mereka. Walau kini backpacker tidak melulu mengunakan tas ransel di punggung.
Apa asyiknya menjadi backpacker? Padahal, jika menggunakan jasa biro wisata, mungkin akan lebih praktis, sebab tahu beres soal akomodasi dan transportasi. Menurut Sonson N.S., selain menghemat budget, menjadi backpacker bisa jadi akan memetik pengalaman yang lebih kaya dan lebih intim sifatnya daripada memakai jasa biro wisata. Bagi penulis buku “Merencanakan Sendiri Jalan-jalan Keliling Dunia” ini, ada kepuasaan tersendiri saat merencanakan jalur, menentukan waktu, mengalkulasi biaya, hingga pandai-pandai mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa terjadi selama di perjalanan.
Para backpacker biasanya tidak peduli jika harus menaiki kendaraan umum yang penuk sesak dan tidak nyaman. Bukan masalah pula jika harus tidur di sembarang tempat, mulai dari pos gardu, bandara, stasiun, hingga emperan. “Selain cari hotel yang murah, saya juga suka tidur di dormitory yang sekamar berisi 6-8 orang. Saya juga sudah sering tidur di bandara,” ungkap Sonson, staf pengajar STISI yang sudah melakukan traveling ke beberapa negara di Asia dan hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Agar bisa travelling dan bertahan hidup dengan biaya murah, memang butuh siasat tersendiri. Menurut novelis Adithya Mulya, salah satu pos dana terbesar adalah transportasi dan penginapan. Adithya yang sudah mencicipi travelling keliling Maroko dan beberapa negara di Eropa, serta berdinas kerja di Pantai Gading dan Denmark ini, pun memberikan salah satu tips berhemat. “Kalau pergi, cobalah waktu malam hari. Jadi kita bisa tidur di kendaraan, hemat biaya penginapan,” kata Adithya, yang juga turut menulis dalam buku “Traveler’s Tale”.
Semakin hari, banyak orang dari berbagai kalangan menyukai gaya berwisata ala backpacker. Salah besar jika kawan-kawan Kampus masih mengidentikkan para backpacker sebagai turis kere. Kini, tak sedikit backpacker dari kalangan berduit yang merindukan kebebasan. Perlahan tapi pasti backpacking menjadi semacam gaya hidup. Di Indonesia, peminat backpacker semakin bermunculan. Itu bisa dilihat dari bertebarannya sejumlah buku, dan mailing list di internet bertemakan traveler atau backpacker, yang berisi member ribuan orang.
Namun demikian, ada perbedaan antara backpacker Indonesia dan luar negeri. Di mata Trinity, seorang backpacker asal Jakarta yang juga penulis buku laris “The Naked Traveler”, backpacker luar negeri biasanya lebih muda dari segi usia, dan lebih mandiri dalam hal keuangan alias tanpa bantuan dana dari orangtua. “Mereka lulus SMA, banyak yang keliling dunia. Meski kerja part-timer jadi waiter saja, gajinya bisa ditabung untuk travelling. Kalau anak muda di sini, kayaknya masih sibuk sendiri, jarang yang kepikiran begitu,” kata Trinity, yang juga ngeblog di http://www.naked traveler.blogspot.com.
Trinity pertama kali melakukan backpacking ke Eropa ketika masih kuliah, didanai uangnya sendiri hasil bekerja part-timer di restoran siap saji, hotel, menjaga pameran, hingga mengajar bahasa Indonesia untuk ekspatriat. Pokoknya, jika punya uang, alih-alih memenuhi hasrat membeli ini dan itu, Trinity lebih memilih jalan-jalan. “Buktinya sampai sekarang saya masih tinggal nebeng di rumah ortu, nggak punya mobil, handphone pun dikasih jatah dari kantor. Yah, orang kan hobinya beda-beda, ada yang doyan shopping, nah kalau saya doyannya jalan-jalan,” ungkap Trinity.
Kalau mendengar cerita para backpacker yang melakukan segala upaya untuk menunjang hobinya berjalan-jalan, apa sebetulnya keuntungan yang diperoleh dari ber-backpacking ria? Jawabannya tak lain, seseorang bisa menikmati sensasi liburan yang berbeda dari gaya berlibur pada umumnya. Bukan sekadar menjadi turis manis yang narsis foto, backpacker biasanya lebih dekat dengan kebebasan menyenangkan diri sendiri. Backpacker mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah dijangkau sebelumnya, bergaul, dan mencoba memahami budaya setempat.
“Kita bisa menjadi lebih open-minded dan sabar,” kata Trinity. Sementara bagi Marina, jiwa pun akan bertambah kaya, karena luasnya wawasan akibat bertemu berbagai orang dan peristiwa menarik sepanjang perjalanan. Marina semakin belajar melihat perbedaan, dari mulai budaya hingga agama, dan melihatnya sebagai keberagaman yang indah. “Bahkan, hasil travelling itu tidak akan berakhir. Kalau cocok, bisa berlanjut jejaringnya, mau sekolah bareng, bisnis bareng, pokoknya investasi luar biasa deh,” kata Marina.
Banyak orang berpikir bahwa jalan-jalan harus ke luar negeri. Akan tetapi, bagi Trinity yang sudah pernah menjelajahi 37 negara, negara kita sendiri sangat luas dan juga menarik untuk lebih dikenali. Sebagai ilustrasi, salah satu cerita lucu pernah dialaminya ketika tahun 2001 ikut tur ke Puerto Rico. Ternyata, salah satu obyek wisata di sana adalah melihat pohon pisang, di mana Indonesia yang alamnya kaya raya tentu saja tak akan kalah. “Pemerintah harusnya lebih memerhatikan pariwisata Indonesia, dengan membuat sistem yang terintegrasi dengan obyek wisata dan pemerintah daerah,” kata Trinity.
Jangan buru-buru menuduh traveler yang suka jalan-jalan ke luar negeri, sebagai orang tidak nasionalis. Bagi Adithya, justru selagi usia masih muda dan punya uang, ia memilih jalan-jalan ke luar negeri dulu. “Karena backpacking itu butuh ketahanan fisik yang tinggi, sama saja kayak orang naik haji. Kalau sakit, atau terjadi apa-apa di luar negeri, itu ribet sekali. Kalau jalan-jalan di negeri sendiri, biarpun sudah kakek-kakek, kan tetap bisa didampingi cucu dengan tenang,” kata Adithya, sambil terkekeh. “Backpacker bisa menjembatani berbagai perbedaan. Itu lebih bermanfaat untuk keseluruhan universal planet bumi,” kata Marina.
Jadi, nampaknya sekarang kawan-kawan Kampus tak perlu ragu lagi untuk menabung, benahi tas, dan tentukan tujuan arah petualangan. Jalan-jalan pada akhirnya tidak identik hanya dimiliki kaum mapan dan sekadar hura-hura, karena kita bisa juga belajar banyak hal yang bermakna dari sana. Yuk…berangkat!

1 comment:

  1. kita juga punya nih artikel mengenai 'Backtracking', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya

    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/9195/1/presentasi%20sidang%20whisnu2%281%29.pdf

    terima kasih
    semoga bermanfaat

    ReplyDelete